Gigolo Sriwedari Solo

Gigolo sriwedari Solo
Gigolo Sriwedari Solo
Gigolo Sriwedari Solo - Tak seperti hari-hari kemarin, hari ini (pekan lalu-red) sepi,” katanya. Sepintas lalu, kelihatannya Agus sekadar nongkrong di salah satu sudut kawasan Sriwedari, Solo. Ternyata laki-laki berusia 24 tahun itu sedang menunggu langganan. Dia melayani pelanggan tak hanya kaum perempuan namun juga laki-laki.

Sebagai pria pekerja seks, sasaran Agus bukan kelompok high class. Dia termasuk pekerja seks jalanan yang kadang nilai transaksinya Rp 10.000. “Ya memang kadang dibayar murah sekali. Tapi pernah beberapa kali dibayar mahal, Rp 800.000 lebih. Itu pun masih ditambah liburan ke Bali serta hadiah-hadiah lain,” ujarnya.

Lantas siapakah wanita pelanggannya? Agus menyebut mereka kebanyakan berasal dari kalangan menengah. “Yang namanya pelanggan ya tidak semuanya kaya. Ada juga yang kondisi ekonominya biasa-biasa saja. Soal usia, ada yang muda dan ada juga yang tua. Yang memanjakan saya habis-habisan itu contohnya, usianya relatif muda, masih 34 tahun. Sudah menikah atau belum saya tak tahu. Mungkin simpanan ya,” ujarnya lagi.

Seperti halnya rekannya, Agus mengaku siap saat harus melayani tamu laki-laki. “Memang tamu saya ada yang laki-laki. Tapi kalau saya sedang tidak ingin ya tak akan saya layani. Tidak harus selalu uang. Kalau pengen istirahat ya tidak kerja. Tidak ngaya,” tandasnya seraya membuang batang rokok yang telah pendek dan menginjaknya dengan sepatu Crocs abu-abu. Sepatu itu tak murah untuk kalangan ekonomi menengah.
Sejenak Agus terdiam. Takutkah ia kena razia? Padahal saat itu siang baru saja datang. “Tidak, tidak takut. Di sini kerjanya bebas, mau jam bera pun boleh. Pagi boleh, siang boleh, malam boleh,” bantahnya. Disinggung soal rekan-rekannya yang juga mangkal di Sriwedari, Agus enggan menjawab. Dia hanya menggelengkan kepala saat ditanya adakah pria sejenis dia yang bekerja di tempat itu mencapai 20 orang. “Lebih,” jawabnya singkat. Kepalanya kembali menggeleng saat mendengar angka 50, 80 hingga 100. “Ya mungkin 100-an. Banyak yang kerja di sini,” tambahnya singkat.  

Aktivis penanggulangan HIV/AIDS, Argyo Demantoto, mengatakan dompet gigolo bisa tebal ketika musim arisan ibu-ibu datang karena hasil arisan akan tercurah semua untuk sang gigolo. Namun Agus membantahnya. “Silakan kalau ada yang mau dijadikan hasil arisan. Tapi saya tak mau. Saya lebih suka bekerja sendiri. Kalau memang ada yang mau main dengan saya silakan datang. Tinggal telepon, ketemuan, jadi,” tandasnya. Bagaimana cara gigolo menjajakan diri? Menjual diri dengan cara beriklan, menurut Agus, cukup berisiko. Baginya, mengandalkan jaringan rekan-rekannya sesama gigolo maupun menjaga hubungan baik dengan sejumlah germo sudah cukup. Dengan cara itu saja Agus mengaku dering ponsel miliknya tak pernah berhenti.

Sikap Agus yang sangat tertutup dari dunia luar inilah menurut pengelola Program dan Monev Komisi Penanggulangan AIDS Solo , Tomi Prawoto, sangat menyulitkan. “Dibandingkan wanita pekerja seks atau kucing, keberadaan gigolo khususnya yang heteroseksual atau yang melayani perempuan jauh lebih tertutup. Akibatnya, sampai sekarang kami belum bisa menjangkau mereka,” ujarnya. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan. Mereka termasuk kelompok berisiko yang menularkan virus HIV/AIDS. 

Menurut Argyo Demantoto, sikap tertutup gigolo harus dipahami. Pasalnya, pelanggan gigolo yang kebanyakan wanita biasanya menggunakan jasa gigolo secara sembunyi-sembunyi atau tanpa sepengetahuan suami. Akhirnya para wanita ini rawan menjadi korban pemerasan maupun kriminalitas dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kucing maupun wanita pekerja seks sebaliknya relatif terbuka karena pelanggannya laki-laki dengan karakter lebih terbuka kepada istri serta agresif.
sumber

Description: Gigolo Sriwedari Solo, Rating: 4.5, Reviewer: Unknown, ItemReviewed: Gigolo Sriwedari Solo

0 comments:

Posting Komentar